Perbedaan Sertifikasi Halal Self Declare dan Sertifikasi Halal Reguler, Mana yang Cocok untuk Bisnismu?
Apa itu Sertifikasi Halal Self Declare?
Sertifikasi halal self declare adalah pernyataan status halal produk yang dilakukan sendiri oleh pelaku Usaha Mikro dan Kecil (UMK) dengan di buktikan dengan proses verifikasi dan validasi oleh pendamping proses produk halal. Skema ini dirancang untuk memudahkan UMK dalam memperoleh sertifikat halal dengan proses yang lebih sederhana dan biaya yang lebih terjangkau.
Keunggulan Self Declare
- Proses lebih Mudah, Pelaku usaha hanya perlu mengisi formulir pernyataan secara online melalui SIHALAL dan melengkapi dokumen persyaratan.
- Biaya lebih murah, Bahkan gratis, karena pemerintah menanggung biaya melalui APBN fasilitasi ( SEHATI ) , APBD dan fasilitasi yang lainnya
- sertifikat halal berlaku selamanya selama tidak ada perubahan
Syarat Self Declare
- Berstatus UMK dengan omzet maksimal Rp500 juta per tahun.
- Produk berupa makanan dan minuman dengan risiko rendah, proses sederhana, bahan baku bisa dipastikan kehalanannya dan bukan usaha pabrikan besar
- Memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB).
- Melengkapi dokumen persyaratan, seperti KTP, NIB, SJPH, Penyelia halal dan produk halal
- Mengikuti proses verifikasi dan validasi oleh pendampingan Proses Produk Halal (PPH)
- Memiliki tempat usaha tetap
- Per 1 KBLI Maksimal 10 Produk
Apa itu Sertifikasi Halal Reguler?
Sertifikasi halal reguler adalah proses sertifikasi yang melibatkan audit eksternal oleh Lembaga Pemeriksa Halal (LPH). Skema ini diwajibkan untuk semua jenis usaha, terutama untuk produk dengan risiko tinggi, seperti produk yang mengandung bahan sembelihan dan lainnya.
Keunggulan Reguler
- Jaminan kehalalan lebih ketat: Melalui proses audit yang komprehensif, menjamin kehalalan produk secara menyeluruh.
- Proses Yang lebih detail dengan melibatkan seluruh sumber daya perusahaan
- sertifikat halal berlaku selamanya selama tidak ada perubahan
- biaya lebih kompetitif dan transparan karena sudah By Sistem
- produk bisa lebih dari 10
Proses Reguler
- Pengajuan permohonan sertifikasi halal ke BPJPH melalui SIHALAL.
- Verifikasi kelengkapan dokumen: NIB, Penyelia halal, SJPH, dan dokumen pendukung lainnya
- Audit internal dilakukan oleh penyelia halal dan audit eksternal melalui Lembaga pemeriksa halal yang telah pilih
- Penetapan kehalalan produk oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI).
- Penerbitan sertifikat halal oleh BPJPH
Pemilihan skema sertifikasi halal, baik self declare maupun reguler, bergantung pada jenis dan skala usaha, serta risiko kehalalan produk. Self declare cocok untuk UMK dengan produk risiko rendah, sementara reguler lebih sesuai untuk usaha dengan produk risiko tinggi yang membutuhkan proses yang lebih komprehensif baik dalam dokumen, alur produksi, bahan baku, penyelia halal dan auditor eksternal untuk memeriksa kelengkapan dan ketentuan sertifikasi halal sesuai dengan ketentuan BPJPH.
Ingin konsultasi sertifikasi halal produk anda ?