7 Tips Sertifikasi Halal untuk Industri Plastik dan Kemasan
Di tengah ketatnya regulasi jaminan produk halal di Indonesia, permintaan pasar terhadap kemasan yang terjamin kehalalannya meningkat pesat. Bagi para pelaku usaha manufaktur, memahami tips sertifikasi halal untuk industri plastik dan kemasan bukan lagi sekadar opsi, melainkan strategi vital untuk memenangkan persaingan pasar, khususnya di sektor food grade packaging.
Banyak pengusaha plastik yang masih bingung: "Mengapa plastik perlu disertifikasi halal? Bukankah plastik berasal dari minyak bumi?"
Jawabannya terletak pada bahan penolong dan aditif yang digunakan. Artikel ini akan mengupas tuntas langkah strategis agar perusahaan plastik Anda sukses mendapatkan logo Halal.
Mengapa Industri Plastik Perlu Sertifikasi Halal?
Dalam rantai pasok makanan (halal supply chain), kemasan bersentuhan langsung dengan produk. Jika kemasan mengandung najis, maka produk makanan di dalamnya dapat terkontaminasi (menjadi mutanajis). Oleh karena itu, produsen makanan kini mewajibkan suplier kemasan mereka memiliki sertifikat halal resmi dari BPJPH.
Berikut adalah tips sertifikasi halal untuk industri plastik dan kemasan agar proses audit berjalan lancar:
1. Identifikasi Titik Kritis Keharaman Bahan Baku
Langkah pertama dalam sertifikasi halal plastik adalah memahami bahan mana yang berisiko. Polimer murni (seperti PE, PP, PET) umumnya aman. Namun, Anda wajib mewaspadai bahan aditif berikut:
Slip Agents & Lubricants: Sering menggunakan asam lemak (seperti stearic acid). Pastikan bahan ini berasal dari lemak nabati atau hewani yang disembelih secara syar'i, bukan lemak babi.
Masterbatch (Pewarna): Cek bahan pembawa (carrier) pigmen warnanya.
Anti-static Agent: Pastikan bebas dari turunan hewani non-halal.
2. Lengkapi Dokumen Pendukung Suplier
Tips sertifikasi halal yang paling krusial adalah kelengkapan administrasi. Sebelum mendaftar ke SIHALAL, pastikan setiap bahan baku memiliki salah satu dari dokumen ini:
Sertifikat Halal yang masih berlaku.
Spesifikasi Teknis atau surat pernyataan (Statement Letter) bebas babi (porcine free) untuk bahan kimia murni.
Tanpa dokumen ini, auditor tidak dapat memvalidasi kehalalan produk Anda.
3. Terapkan Sistem Jaminan Produk Halal (SJPH)
Sertifikasi halal bukan hanya soal hasil akhir, tapi soal proses. Anda wajib menyusun Manual SJPH yang menjadi pedoman prosedur di pabrik. Ini mencakup SOP pembelian bahan, pemeriksaan barang datang, proses produksi, hingga penyimpanan di gudang agar tidak tercampur dengan bahan najis.
4. Tunjuk Penyelia Halal yang Kompeten
Setiap perusahaan yang mengajukan sertifikasi wajib memiliki Penyelia Halal. Untuk industri plastik dan kemasan, pilihlah staf internal (beragama Islam) yang memahami alur produksi kimia. Penyelia Halal bertugas menjamin proses produksi sehari-hari tetap sesuai syariat Islam.
5. Jaga Fasilitas Produksi Bebas Kontaminasi
Auditor akan memeriksa area produksi (pabrik) dan gudang. Pastikan fasilitas Anda bersih dari najis.
Kebijakan Halal: Larang membawa makanan/minuman yang mengandung babi ke area pabrik/kantin.
Hewan: Pastikan area pabrik bebas dari hewan liar atau peliharaan (seperti anjing/kucing) yang bisa membawa najis.
6. Pastikan Ketelusuran (Traceability) Produk
Salah satu poin utama audit adalah uji ketelusuran. Anda harus bisa membuktikan kaitan antara produk jadi dengan bahan bakunya.
Contoh: Botol Plastik Batch A diproduksi tanggal sekian, menggunakan Resin X dan Aditif Y.
Sistem administrasi gudang (FIFO) yang rapi sangat membantu dalam tahap ini.
7. Pilih Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) yang Sesuai
Saat mendaftar di BPJPH, Anda harus memilih LPH. Untuk industri plastik dan kemasan, disarankan memilih LPH yang memiliki laboratorium uji kimia yang mumpuni dan auditor yang berpengalaman di sektor manufaktur polimer. Ini akan memudahkan komunikasi teknis saat audit lapangan.
Kesimpulan
Menerapkan tips sertifikasi halal untuk industri plastik dan kemasan di atas akan mempercepat proses audit dan meminimalisir temuan ketidaksesuaian. Dengan memiliki sertifikat halal, produk kemasan Anda akan memiliki nilai tambah tinggi dan lebih mudah diterima oleh industri makanan berskala besar maupun global.
