Bisnis Maklon (Skincare/Snack): Pabrik Sudah Halal, Apakah Brand Saya Otomatis Halal? Bedah Regulasi & Biaya

Table of Contents

 

Fenomena bisnis sistem Maklon (Toll Manufacturing) sedang menjamur. Mulai dari bisnis skincare, kosmetik, hingga keripik pedas. Model bisnis ini sangat memudahkan pengusaha karena tidak perlu membangun pabrik sendiri; cukup sewa jasa pabrik, tempel merek sendiri, lalu jualan.

Namun, ada satu jebakan fatal yang sering dialami para Brand Owner (pemilik merek): Salah Kaprah tentang Sertifikat Halal.

Seringkali saya mendengar pernyataan seperti ini:

"Pak, saya kan maklon di Pabrik X. Pabrik X itu sudah punya sertifikat halal. Berarti merek skincare saya otomatis halal dong? Tinggal pasang logo halal kan?"

Jawaban tegas saya sebagai praktisi hukum halal: TIDAK OTOMATIS.

Memasang logo halal tanpa memiliki sertifikat atas nama merek sendiri adalah pelanggaran UU Jaminan Produk Halal . Mari kita bedah alasannya dari sisi regulasi dan bisnis.

Ingin konsultasi sertifikasi halal produk halal anda ?

1. Konsep "Halal Pabrik" vs "Halal Merek"

Dalam regulasi BPJPH, sertifikat halal itu melekat pada Produk dan Pemilik Merek, bukan hanya pada mesin pabriknya.

  • Sertifikat Pabrik (Maklon): Menjamin bahwa fasilitas, alat, dan bahan baku yang mereka gunakan di pabrik tersebut suci dan bebas babi.

  • Sertifikat Brand Owner (Anda): Menjamin bahwa produk dengan nama merek "ABC Skincare" yang dijual ke masyarakat adalah benar-benar diproduksi di pabrik halal tersebut dan tidak dikemas ulang sembarangan.

Jadi, meskipun pabrik maklon Anda sudah halal, Merek Anda (Brand ABC) tetap wajib mendaftar sertifikasi halal sendiri ke BPJPH. Sertifikat pabrik hanya digunakan sebagai dokumen pendukung (Surat Keterangan Maklon) untuk mempermudah proses audit Anda.

2. Tinjauan Kontrak Bisnis: Siapa yang Bayar?

Ini sering menjadi perdebatan dalam MoU (Memorandum of Understanding) antara Brand Owner dan Pabrik Maklon. Siapa yang menanggung biaya sertifikasinya?

Sebagai konsultan yang juga mendalami Akuntansi Bisnis, saya menyarankan pembagian yang jelas agar tidak ada sengketa di kemudian hari:

  • Kewajiban Brand Owner: Biaya pendaftaran sertifikasi halal untuk SKU (item produk) merek Anda biasanya menjadi tanggung jawab Anda sebagai pemilik merek. Kenapa? Karena sertifikat fisik yang terbit nanti atas nama PT/CV Anda, bukan pabrik.

  • Kewajiban Pabrik: Pabrik wajib menyediakan data bahan baku, matriks produk, dan memfasilitasi saat auditor datang memeriksa. Pabrik tidak boleh memungut biaya "data" yang tidak wajar.

3. Catatan Akuntansi: Aset Siapa?

Karena biaya sertifikasi ini dikeluarkan oleh Anda (Brand Owner), maka secara akuntansi:

  • Sertifikat Halal tersebut adalah Aset Tak Berwujud (Intangible Asset) milik perusahaan Anda.

  • Pabrik Maklon tidak berhak mengklaim sertifikat merek Anda.

  • Jika suatu saat Anda pindah pabrik maklon, sertifikat tersebut mungkin perlu diperbarui, tapi "Hak Merek Halal" tetap ada pada Anda.

Biaya ini bisa Anda masukkan ke dalam komponen HPP (Harga Pokok Penjualan) produk atau diamortisasi sebagai biaya investasi awal peluncuran produk.

Tips untuk Brand Owner

Jangan ambil risiko. Jangan asal tempel logo halal hanya bermodalkan fotokopi sertifikat pabrik orang lain. Konsumen sekarang cerdas, mereka bisa mengecek nomor sertifikat di aplikasi Halal Expo atau situs BPJPH. Jika nomornya tidak terdaftar atas nama merek Anda, kredibilitas brand Anda hancur seketika.

Saran Saya: Sebelum tanda tangan kontrak maklon, pastikan klausul tentang pengurusan sertifikasi halal dibahas tuntas.

Bingung Mengurus Izin Halal Produk Maklon? Tim PT. Halal Legal Indonesia berpengalaman menjembatani komunikasi antara Brand Owner dan Pabrik Maklon. Kami mengurus legalitasnya, sehingga Anda bisa fokus pada strategi marketing dan penjualan.

Ingin konsultasi sertifikasi halal produk halal anda ?