Panduan Lengkap Menjadikan Zakat Perusahaan sebagai Pengurang Pajak Penghasilan (PPh) Badan secara Legal (Update 2025)

Table of Contents

Bagi pengusaha Muslim yang taat, menjalankan bisnis bukan hanya soal mengejar profit setinggi langit, tetapi juga tentang keberkahan. Ada dua kewajiban finansial besar yang sering menjadi "beban pikiran" bagi para CEO dan Direktur Keuangan setiap akhir tahun buku:

  1. Kewajiban kepada Negara: Membayar Pajak Penghasilan (PPh) Badan.
  2. Kewajiban kepada Tuhan: Membayar Zakat Perniagaan (Zakat Perusahaan).

Seringkali, kedua hal ini dianggap sebagai Double Burden (Beban Ganda). Pengusaha berpikir: "Sudah laba dipotong pajak 22%, masih harus dipotong lagi zakat 2,5%. Habis dong laba ditahan untuk ekspansi?"

Sebagai praktisi industri halal yang juga mendalami ilmu Akuntansi dan Perpajakan, saya ingin mengubah mindset tersebut. Sebenarnya, regulasi di Indonesia sangat pro-syariah. Pemerintah telah mendesain aturan di mana Membayar Zakat justru bisa menjadi strategi penghematan Pajak (Tax Planning) yang legal.

Dalam artikel mendalam ini, kita akan membedah tuntas mekanismenya, dasar hukumnya, hingga simulasi hitungan akuntansinya agar perusahaan Anda mendapatkan "Keuntungan Ganda": Lunas kewajiban langit, Aman kewajiban bumi.

1. Payung Hukum: Zakat sebagai Pengurang Penghasilan Bruto

Penting untuk dicatat bahwa strategi ini bukan "penggelapan pajak" atau trik bawah tanah. Ini adalah fasilitas resmi negara. Dasarnya sangat kuat:

UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (Pasal 9 Ayat 1 Huruf g):

"Untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak... boleh dikurangkan... zakat atas penghasilan yang nyata-nyata dibayarkan oleh Wajib Pajak orang pribadi pemeluk agama Islam dan/atau Wajib Pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama Islam kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah."

Selain itu, aturan ini dipertegas dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60 Tahun 2010 dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 254/PMK.03/2010.

Kuncinya ada pada kalimat: "Pengurang Penghasilan Kena Pajak". Zakat tidak mengurangi pajak secara langsung (Tax Credit), tetapi mengurangi dasar pengenaan pajak (Deductible Expense). Mari kita bahas bedanya di simulasi perhitungan.

2. Simulasi Akuntansi: Seberapa Besar Penghematannya?

Agar lebih mudah dipahami, mari kita buat studi kasus komparatif antara PT. A (Tidak Bayar Zakat/Tidak Lapor) dengan PT. B (Bayar Zakat & Memanfaatkannya sebagai Pengurang Pajak).

Asumsi Data Keuangan:

  • Laba Bruto (Sebelum Pajak & Zakat): Rp 10.000.000.000 (10 Miliar)
  • Tarif PPh Badan (Berlaku umum): 22%
  • Tarif Zakat Perusahaan: 2,5%
Keterangan PT. A (Tanpa Strategi) PT. B (Tax Planning Zakat)
Laba Bruto (Fiskal) Rp 10.000.000.000 Rp 10.000.000.000
Dikurangi: Zakat (2,5%) (Tidak Diakui) 0 (Rp 250.000.000)
Penghasilan Kena Pajak (PKP) Rp 10.000.000.000 Rp 9.750.000.000
PPh Badan Terutang (22% x PKP) Rp 2.200.000.000 Rp 2.145.000.000
PENGHEMATAN PAJAK (Cash Saved) - Rp 55.000.000

Analisis:
Lihat perbedaannya. Dengan membayar zakat resmi sebesar Rp 250 Juta, PT. B mendapatkan "diskon" pembayaran pajak sebesar Rp 55 Juta.
Secara Cashflow, uang Rp 55 Juta ini adalah angka yang sangat signifikan. Bisa digunakan untuk bonus karyawan, renovasi kantor, atau biaya perpanjangan sertifikasi halal.

3. Hati-hati! Tidak Semua Zakat Bisa Mengurangi Pajak

Banyak pengusaha gagal melakukan klaim ini saat pemeriksaan pajak. Kenapa? Karena tidak memenuhi syarat administrasi. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sangat ketat soal ini.

Agar zakat Anda diakui sebagai pengurang pajak (Deductible Expense), pastikan memenuhi 3 syarat mutlak ini:

A. Dibayarkan ke Badan/Lembaga Resmi

Zakat TIDAK BOLEH disalurkan langsung ke fakir miskin di jalanan, panti asuhan yang belum berizin LAZ, atau dibagi-bagi sendiri oleh Direktur. Zakat harus dibayarkan melalui:

  • BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional) - Tingkat Pusat/Provinsi/Kabupaten.
  • LAZ (Lembaga Amil Zakat) yang disahkan Pemerintah (Contoh: Dompet Dhuafa, Rumah Zakat, Lazismu, NU Care, dll).

B. Bukti Setor yang Valid (Bukti Potong)

Kwitansi biasa tidak berlaku. Anda harus meminta Bukti Setor Zakat (BSZ) resmi yang memuat:

  • Nama Wajib Pajak (Perusahaan) & NPWP.
  • Jumlah pembayaran zakat.
  • Tanggal pembayaran.
  • Tanda tangan & stempel valid lembaga amil.

C. Dicantumkan dalam SPT Tahunan

Dalam formulir SPT Tahunan PPh Badan (Form 1771), angka zakat ini dimasukkan dalam kolom "Hal-hal yang mengurangi penghasilan bruto". Jangan lupa lampirkan fotokopi Bukti Setor Zakat saat pelaporan.

4. Perlakuan Akuntansi (Jurnal Pencatatan)

Sebagai panduan bagi staf akunting Anda, berikut cara mencatat transaksi ini agar sinkron dengan laporan fiskal.

Saat Pembayaran Zakat:

(Debit) Beban Zakat ..................... Rp 250.000.000
    (Kredit) Kas/Bank ........................... Rp 250.000.000

Saat Rekonsiliasi Fiskal (Akhir Tahun):

Akun "Beban Zakat" ini dalam akuntansi komersial biasanya dianggap beban lain-lain. Namun dalam akuntansi pajak, ia harus dipastikan masuk kategori Koreksi Fiskal Negatif (jika sebelumnya belum dikurangkan) atau dipastikan posisinya sebagai pengurang laba bruto.

Kesimpulan: Sinergi Halal & Fiskal

Strategi menjadikan zakat sebagai pengurang pajak adalah bukti bahwa syariat Islam dan regulasi negara bisa berjalan beriringan. Perusahaan menjadi berkah karena rutin berzakat, namun tetap efisien secara finansial.

Jadi, bagi Anda para pemilik bisnis, jangan ragu untuk menunaikan zakat perusahaan. Selain membersihkan harta, ia juga menyehatkan Cashflow Anda di mata hukum perpajakan.

Ingin Bisnis yang Halal Secara Produk & Keuangan?

Banyak pengusaha bingung menyeimbangkan antara Kepatuhan Syariah (Halal/Zakat) dengan Kepatuhan Negara (Pajak/Izin).

PT. Halal Legal Indonesia hadir sebagai mitra strategis Anda. Kami tidak hanya mengurus sertifikasi halal produk Anda, tetapi juga siap menjadi teman diskusi untuk manajemen bisnis yang lebih profesional dan berkah.

Layanan Kami Meliputi:

  • Sertifikasi Halal (Reguler & Self Declare)
  • Konsultasi Manajemen Bisnis Syariah
  • Pendampingan Legalitas Perusahaan
 Jadwalkan Konsultasi Gratis