Skincare "Vegan" Belum Tentu Halal? Bedah Titik Kritis Bahan Kosmetik (Kolagen & Plasenta) serta Dampaknya pada HPP

Table of Contents

Industri kecantikan di Indonesia sedang mengalami masa keemasan. Ribuan brand skincare lokal bermunculan dengan berbagai klaim marketing: "100% Natural", "Vegan Friendly", "Cruelty Free".

Namun, sebagai konsultan yang sering mendampingi proses legalitas produk, saya sering menemukan kesalahpahaman fatal di kalangan Beautypreneur (Pengusaha Kecantikan).

"Pak, produk saya kan bahannya dari tumbuhan semua (Vegan). Pasti otomatis Halal dong? Ngapain diperiksa lagi?"

Jawabannya: BELUM TENTU.

Sertifikasi Halal bukan hanya soal "Bahan Utama", tapi juga soal "Bahan Penolong" dan "Fasilitas Produksi". Mari kita bedah titik kritisnya dan bagaimana menghitung biayanya dalam akuntansi produksi.

1. Titik Kritis: Di Mana Najis Bersembunyi?

Meskipun bahan aktif utamanya ekstrak bunga mawar (nabati), sebuah krim wajah bisa menjadi haram karena bahan tambahannya:

A. Kolagen & Plasenta (Anti-Aging)

Kolagen sangat populer untuk mengencangkan kulit. Masalahnya, kolagen alami diambil dari jaringan ikat hewan. Jika sumbernya babi (Porcine Collagen) atau sapi yang tidak disembelih syar'i, maka haram. Solusinya: Gunakan Marine Collagen (Ikan) atau Kolagen Sapi Bersertifikat.

B. Gliserin & Asam Lemak (Pelembab)

Gliserin bisa berasal dari lemak nabati (sawit) atau lemak hewani. Secara fisik tidak bisa dibedakan, harus cek dokumen CoA (Certificate of Analysis).

C. Kuas Makeup & Aplikator

Produknya halal, tapi aplikatornya (kuas blush on) terbuat dari bulu babi? Maka saat kuas menyentuh bedak, bedaknya jadi najis (Mutanajjis). Hati-hati dengan kuas "Natural Hair".

2. Akuntansi Produksi: Dampak Ganti Bahan pada HPP

Banyak pemilik brand takut mengurus halal karena isu biaya bahan baku naik. Mari kita hitung secara akuntansi.

Misalkan Anda mengganti bahan Kolagen Impor (Non-Halal) ke Marine Collagen (Halal).

  • Harga Lama: Rp 500.000/kg
  • Harga Baru (Halal): Rp 750.000/kg

Apakah HPP produk langsung naik drastis? Tidak selalu.

Dalam satu pot krim (15gr), kandungan kolagen mungkin hanya 1-2% (sekitar 0,3 gram). Kenaikan biaya per pot mungkin hanya Rp 75 - Rp 100 perak. Angka yang sangat kecil dibandingkan harga jual produk yang ratusan ribu.

Tips Akuntan: Jangan fokus pada kenaikan harga bahan per kg, tapi hitunglah Cost Per Unit. Seringkali kenaikannya tidak signifikan dan bisa diserap tanpa menaikkan harga jual.

3. Sertifikat Halal > Klaim Vegan

Di Indonesia, mayoritas konsumen tidak paham apa itu "Vegan", tapi mereka sangat peduli logo "Halal".

Memiliki Sertifikat Halal BPJPH memberikan Competitive Advantage yang lebih kuat daripada sekadar klaim Vegan. Ini membuka pintu untuk masuk ke ritel modern (Indomaret/Watson/Guardian) yang mensyaratkan dokumen halal lengkap.

Amankan Bisnis Skincare Anda

Tahun 2026 adalah batas akhir wajib halal untuk produk kosmetik. Jangan menunggu *deadline* mepet baru mengurus, karena antrean di LPH (Lembaga Pemeriksa Halal) akan membludak.

Anda pemilik Brand Skincare atau Pabrik Maklon?

PT. Halal Legal Indonesia siap membantu membedah formula produk Anda, memastikan rantai pasok aman, dan mendampingi hingga sertifikat terbit.

 Konsultasi Halal Kosmetik
Disclaimer:
Artikel ini bertujuan untuk edukasi mengenai titik kritis bahan baku kosmetik. Ketersediaan dan harga bahan baku dapat berubah sesuai pasar. Keputusan formulasi produk sepenuhnya hak produsen.